BAB
II
PEMBAHASAN
Pendidikan
islam pada masa khulafaur rasyidin
Di masa hayatnya
Rasullulah, seluruh jazirah arab telah masuk dalam wilayah islam. Tugas
pemeliharaan pembinaan dan perluasan selanjutnya menjadi beban kewajiban pada
umumnya, termasuk dalam urusan pendidikan umat sendiri. Prinsip-prinsip pokok
dan idealism islam telah diajarkan oleh Nabi kepada para sahabtnya hingga
memberikan kesan yang mendalam yang hidup dalam jiwa dan pribadinya
masing-masing. Keadaan demikian ini memberiakn jaminan yang kuat kepada
semangat perjuangan menegakkan “kalimat allah”, keadilan dan kebenaran.
Meskipun demikian, masih banyak persoalan-persoalan yang belum terselesaikan
oleh Nabi. Terutama tatkala wilayah islam telah meluas ke luar jazirah Arab.
Masalah-masalah baru yang tidak ada contohnya dari Nabi banyak di jumpai. Pada
masa ini tempat bertanya telah tiada. Jika mereka menjumpai jawabannya dalam
Al-quran dan sunah Rasul, mereka berusaha berijtihad hingga memperoleh
jawabannya yang dianggap paling benar. Dengan bertawakal kepada Allah, hasil
ijtihadnya itu di laksanakan dengan sebaik-baiknya disertai dengan mengharapkan
keridloan Allah swt. Akan tetapi meskipun cara berijtihad ini dibolehkan dan
ada tuntutannya dari rasullulah, mereka senantiasa selalu hati-hati
melakukannya dan berpegang teguh kepada prinsip-prinsip pokok dan idealisme
islam. Terutama dalam masalah pendidikan, yang merupakan usaha pewarisan ajaran
islam kepada generasi penerusnya, maka jika terdapat penyimpangan atau
menyalahi kebenaran, berarti telah menaburkan benih-benih yang tidak
dikehendaki oleh aqidah islam sendiri.
Periode Khulafa’ur Rasyidin ini merupakan periode penyiaran
Islam yang sangat berhasil, sehingga Islam mulai tersiar di luar jazirah
Arabia. Pengaruh dan kekuasaan Islam telah meliputi Syiria (Syam), Irak, Persia
dan Mesir. Hasil gemilang ini bersumber kepada beberapa faktor, diantaranya:
hakikat ajaran Islam sendiri yang sederhana dan rasional, watak orang Islam
sendiri yang penuh vitalitas-vitalitas yang berhasil digairahkan dengan ajaran
Islam serta situasi sosial, budaya dan politik di timur pada saat lahirnya
Islam terutama di dua Imperium Persia dan Bizantium.
Keadaan ini mendorong
khalifah-khalifah Ar-Rashidin untuk lebih mengkonsolidasikan kekuataan dan
kemampuannya dalam rangka untuk mempersiapkan pegembangan dan penyiaran Islam lebih
lanjut. Hal-hal yang dapat di catat segai langkah tersebut guna kepentingan
Islam selanjutnya adalah:
1.
PENYUSUNAN
MUSHAF AL-QURAN.
Sewaktu Nabi masih hidup
tulisan-tulisan wahyu Al-Quran tercatat dalam lembaran yang terpisah-pisah
serta ada pada beberapa orang pencatat wahyu. Sewaktu Abu Bakar As-Sidik
menjabat Kholifah beliau memerintahkan mengumpulkan tulisan-tulian Al-Quran
yang terpisah-pisah pada Zaid Bin Tsabit. Setelah berkumpul menjadi tulisan
maka tulisan-tulisan tersebut disimpan oleh Abu Bakar sendiri. Setelah Abu
Bakar wafat , jabatan Kholifah di ganti oleh Umar bin Khotab, dan selanjutnya
di simpan oleh Umar bin Khotob, kemudian oleh khalifah, anaknya dan janda
mendiang Rasulallah. Setelah jabatan kholifah di pegang oleh Utsman bin Affan,
beliau memerintahkan kepada Zaid Bin Tsabit.Abdullah Ibn Zubair dan Said Ibnu
Ash untuk menyusunnya dalam satu mushaf yang di kenal dengan mushaf Usmani ,
sebagaimana di kenal sekarang.
2. PENYUSUNAN ILMU NAHWU
Karena kesulitan yang banyak di
hadapi bangsa dan orang ‘Ajam yang mempelajari bahasa Arab sebagai bahasa
Al-Qur’an setelah meluasnya Islam dikalangan orang yang berbahasa bukan arab
seperti bahasa Khibthi (Mesir) dan bahasa Suryani (Syiria Dan Irak) maka atas
saran dan petunjuk Ali Bin Abi Thalib, seorang ahli bahasa bernama Abul Aswad
Al Dauly menyusun ilmu nahwu (gramatika arab) untuk membantu dan mempermudah
orang asing mempelajari bahasa Al-Qur’an.
a.MAJLIS
KHALIFAH
Semenjak kekuasaan khalifah Abu
Bakar sampai khalifah Ali Bin Abi Thalib, atas inisiatif mereka ditimbulkan
suatu media untuk menyelesaikan urusan negara, agama dan urusan-urusan lain
yang menyangkut tugas khalifah, apa yang dinamakan dengan majlis khalifah.
Dimajlis khalifah inilah para khalifah duduk bersama sahabat dan pemuka-pemuka
lainnya, juga dengan rakyat umum untuk membicarakan kepentingan umum dan
memecahkan permasalahannya bersama dengan mereka. Pada mulanya majlis khalifah
ini bertempat di masjid, tetapi pada perkembangan selanjutnya dipindah ke
Istana khalifah dan berkembang sebagai salon adabiyah pada masa Umayyah dan
mencapai ketenarannya pada masa Abbasiyah. Bahkan akhirnya berfungsi sebagai
tempat pertemuan ilmiyah dan pengembann ilmu, sastra yang dihadiri khusus oleh
para ulama’ dan sarjana terkemuka dalam banyak bidang ilmu pengetahuan yang
berkembang pada masa itu.
Usaha-usaha
tersebut merupakan langkah yang sangat bermanfaat bagi pengembangan Islam dan
ilmu pengetahuan pada masa-masa selanjutnya. Ilmu pengetahuan Islam ternyata
telah banyak mendapatkan dorongan maju, terutama dari ajaran Islam sendiri,
terbukti dengan munculnya kegiatan pendidikan di beberapa tempat diwilayah
kekhalifahaan Islam diantaranya:
1.
Makkah dan Madinah (Hijaz) dengan guru pertamanya Muadz Ibn Jabal di
Makkah dan Zaid Ibn Tsabit dan Abdullah ibn Umar di Madinah. Muadz Ibn Jabal
mengerjakan Al-Qur’an dan yang bersangkutan dengan yang halal dan yang haram
dalam Islam. Zaid Ibn Tsabit di Madinah, sesuai dengan keahliannya mengajarkan
qira’at Al-Qur’an dan Ilmu Faraid. Sedang Abdullah ibn Umar sebagai seorang
ahli Hadits yang banyak meriwayatkan hadits Rasulullah, beliau mengajarkan dan
berfatwa sesuai dengan hadits yang diriwayatkannya.
2.
Kufah (Irak), dengan guru pertamanya Abdullah Ibn Umar. Abdullah Ibn
Umar adalah orang pertama yang dikirim oleh khalifah Umar ibn Khattab untuk
mengajar di Kufah. Beliau mengajarkan Al-Qur’an, tafsir dan fiqh serta hadits.
3.
Damsyik (Syam), dengan guru-guru pertamanya Muadz Ibn Jabal, Ubadah dan
Abu Darda’. Mereka inilah yang dikirimkan khalifah Umar Ibn Khattab untuk
menjadi guru disana sesaat setelah Damsyik menganut Islam. Muadz ibn Jabal
mengajar di Palestin, Ubadah di Hims sedang Abu Al-Darda’ mengajar di
Damsyik. Mereka terutama mengajarkan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu Islam lainnya.
4.
Fusthat (Mesir), dengan guru pertamanya Abdullah Ibn Amr Ibn Ash. Beliau
seorang ahli hadits dan bukan saja menghafal diluar kepala hadits-hadits yang
diterimanya dari Rasulullah melainkan juga dituliskannya dalam catatan yang
rapi sehingga cukup menjamin keaslian lafal Rasulullah.
Kebanyakan kegiatan pendidikan ini
dilaksanakan di masjid dan di Kutab atau Makkah. Kuttab sebagai tempat mengajar
al-qur’an dan dasar-dasar agama Islam pada tingkat dasar, sedang tingkat
menengah dilaksanakan di masjid. Dari sinilah Dr. Asma Hasan Fahmi menyatakan
bahwa Al-Kuttab sebagai tempat mengajarkan al-qur’an dan dasar-dasar agama
Islam baru muncul pada masa kekuasaan khalifah Abu Bakar Ash-Siddiq dan Umar
ibn Khattab.
Sebenarnya pendidikan dalam arti
lembaga baru ada pada masa Khulafaur Rasyidin ini yaitu dengan munculnya
Al-Kuttab yang terorganisir secara rapi dan terecana. Tetapi batas tahun 459 H
segera memisahkan antara lembaga pendidikan lama dengan lembaga pendidikan
modern dengan munculnya madrasah Nidzamiyah yang dirintis pendirinya oleh
seorang perdana menteri Nizamul Mulk pada masa Sultan Malik Syah dari Bani
Saljuk. Sebagai madrasah modern, Nidzamiyah dilengkapi dengan Yayasan pengelola
yang mendukung stabilitas lembaga pendidikan ini. Madrasah ini tersebar
dihampir seluruh kota dan pelosok kekuasaan Bani Saljuk diantanya di kota-kota:
Bagdad, Naisabur, Isfahan, Basrah Dan Mausul.
Empat khalifah yang pertama
pengganti Muhammad bergelut dengan pertanyaan-pertanyaan yang sulut, namun
sebagai pengganti Rasululah mereka harus berusaha menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh para sahabat-sahabat Rasul yang
lain.
1.
Masa khalifah Abu Bakar as-sidiq(632-634)
Setelah ANabi wafat, sebagai
pemimpin umat islam adalah Abu Bakar as-sidiq sebagai khalifah. Khalifah adalah
pemimpin yang diangkat setelah Nabi wafat untuk menggantikan Nabi dan
melanjutkan tugas-tugas sebagai Pemimpin agama dan Pemerintahan.
Masa awal kekhalifahan Abu bakar
diguncang pemberontakan oleh orang-orang
orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku sebagai Nabi dan
orang-orang yang engggan membayar zakat. Bedasarkan hal ini Abu Bakar
memusatkan perhatian nya untuk memerangi para pemberontak yang dapat
mengacaukan keamanan dan memengaruhi orang-orang islam yang masih lemah imannya
untuk menyimpang dari ajaran islam. Dengan demikian, dikirimlah pasukan untuk
menumpas para pemberontak di Yamamah. Dalam penumpasan ini banyak umat islam
yang gugur, yang terdiri adri Sahabat dekat dengan Rasulullah dan para hafiz
Al-quran, sehingga mengurangi jumlah sahabat yang hafal Al-quran. Oleh karena
itu, Umar ibn Khatab menyarankan kepada khalifah Abu bakar untuk mengumpulkan
ayat-ayat Al-quran, kemudian untuk merealisasiakan saran tersrbut diutuskan
Zaid bin Tsbit untuk mengumpulkan semua tulisan Alquran. Pola Pendidikan.
Dari segi materi pendidikan islam
etrdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlaq, ibadah, kesehatan , dan
lain sebagainya.
1.Pendidikan
keimanan yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah Allah.
2.Pendidik
akhlaq, seperti adab masuk rumah orang,sopan santu bertetangga, bergaul dalam
masyarakat, dan lain sebagainya. Pendidikan ibadah seperti pelaksanaan shalat,
puasa dan haji.
3.Kesehatan
seperti tentang kebersihan, gerak-gerik dalam shalat merupakan pendidikan untuk
memperkuat jasmani dan rohani.
Menurut Ahmad Syalabi, lembaga
untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan kuttab. kuttab merupakan lembaga
pendidikan yang dibentuk setelah masjid,
selanjutnya Assama Hasan Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh
orang-orang Arab pada masa Abu bakar dan pusatpembelajaran pada masa ini adalah
Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat
Rasul yang terdekat. Lembaga pendidikan islam dalah masjid, masjid
dijadikan sebagai benteng pertahanan
rohani, tempat pertemuan dan lembaga pendidiakn
islam, sebagai tempat shalat berjamaah, membaca Al-quran, dan lain sebagainya.
Bedasarkan uraian diatas, penulis
buku ini berkesimpulan bahwa pelaksanaan pendidikan islam pada masa khalifah
Abu bakar ini adalah adalah sama dengan pendidikan islam yang dilaksanakan pada
masa Nabi baik materi maupun lembaga pendidikannya.
2.Masa Umar Khtab
(13-23 H: 6345-644 M)
dengan Kedudukan Manusia sebagai makhluk yang
mulia, pikiran. Persaan dan mkemampuan berbuat, merupakan komponen dari
kemuliaan dan kesempurnaan yang melengkapi ciptaan (kejadian) manusia. Firman
Allah Swt:
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OÈqø)s? ÇÍÈ
4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya .
Abu bakar telah menyaksikan
persoalan yang timbul dikalangan kaum muslimin setelah Nabi wafat, bedasarkan
hal inilah Abu bakar menunjuk penggantiannya yaitu Umar bin khatab, yang
tujuannya adlah untuk mencegah supay tidak terjadi perselisihan dan perp[ecahan
dikalangan umat islam, kebajakan Abu bakar tersebut ternyata di terima di
Masyarakat, pada masa khalifah Umar bin khatab, kondisi politik dalam keadaan
stabil, usaha perluasan wilayah islam memperoleh hasil yang gemilang, Wilayah
islam pada masa Umar bin khatab meliputi semenanjung Arabia, Palestina, Syiria,
Irak, Persia, dan Mesir.
Dengan meluasnya
wilayah islam mengakibatkan meluas pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk
memenuhi kebutuhan ini di perlukan manusia yang memiliki keterampilan dan
keahlian, sehingga dalam hal ini diperlukan pendidikan.
Pada masa kekhalifah
Umar bin khatab, Sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak diperbolehkan
untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang
terbatas. Jadi, kalau ad diantara umat islam yang ingin belajar hadits harus
pergi ke Madinah, ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para
sahabat dan tempat pendidikan adalah terpusat di Madinah.
Dengan meluasnya
wilayah islam sampai keluar Jazirah Arab, tampaknya khalifah memikirkan
pendidikan pendidikan islam didaerah-daerah yang ditaklukan itu. Untuk itu,
Umar bin khatab memerintahkan kepada panglima perangnya, apa bila mereka
berhasil menguasai satu kota, hendaknya, mereka mendirikan masjid sebagai
tempat ibadah dan pendidiakan.
Berkaitan dengan
masalah pendidikan ini, khalifah umar bin khatab merupakan seorang pendidik
yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau jaga menerapkan
pendidikan di pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap
daerah yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi Al-quran dan ajaran
islam lainnya, seperti fiqi kepada penduduk yang baru masuk islam.
Di antara
sahabat-sahabat yang di tunjuk oleh umar bin khatab ke daerah adalah Abdurahman
bin ma`qal dan imran bin Al-hashim,
kedua orang ini di tempatkan di Basyrah. Abdurahman bin Ghanam dikirim ke
syiria dan Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke Mesir. Adapun metode yang mereka pakai adalah Guru duduk di
halaman masjid sedangkan murid mengingkarinya.
Dari hal diatas penulis
berpendapat bahwa yang menjadi pendidik adalah Umar dan para Sahabat-sahabat
besar yang lebih dekat kepada rasullulah dan memiliki pengaruh yang besar,
sedangkan pusat pendidikannya selain Madinah adalah Mesir, Syiria, dan Basyrah.
Meluasnya kekuasaan
islam, mendorong kegiatan pendidikan islam bertyambah besar, karena mereka yang
baru menganut agama islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat
yang menerima langsung dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas
penuntut ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama
islam. Gairah menuntut ilmu agama islam ini yang kemudian mendorong lahirnya
sejumlah pembidangan disiplin keagamaan. Pada masa khalifah Umar bin Khatab,
mata pelajaran yang di beriakan adalah membaca dan menulis Al-qur`an dan
menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama islam. Pendidikan pada Umar bin
khatab ini lebih maju dibandingkan dengan sebelumnya. Pada masa ini tuntutan
untuk belajar bahasa arab juga sudah mulai tampak, orang yang ditaklukan harus
belajar bahasa Arab, jika ingin belajar dan memahami pengetahuan islam. Oleh
karena itu, pada masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.
Bedasarkan hal yang
telah di uraiakan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan di masa
khalifah Umar bin khatab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada
dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan di samping telah ditetapakannya
masjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya puisat-pusat
pendidikan islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari
ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan dikelola di bawah
pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi kemajuan di berbagai
bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitulmal, dan sebagainya. Adapun
sumber gaji para pendidik pada waktu itu di taklukan dan dari baitulmal
2.
Masa Khalifah Usman bin affan(23-35 H:
644-656 M)
Nama lengkapnya adalah Usman ibn
abil Ash ibn Umaiyah. Beliau masuk islam atas seruan Abu Bakar Siddiq. Usman di
angkat menjadi khalifah hasil dari pemilihan panitia enam yang di tunjuk oleh
khalifah Umar bin Khatab menjelang beliau akan meninggal. Panitia yang enam
adalah: Usman, Ali bin Abi Thalib, Talhah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi
Waqash, dan Abdurrahman bin Auf.
Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan
pendidikan islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Namun hanya sedikit
terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan islam. Para sahabat yang berpengaruh
dan dekat dengan Rasullulah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di
masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di
Daerah-daerah.
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman
ini lebih ringan dan lebih mudah di jangkau oleh seluruh peserta didik yang
ingin menuntut dan belajar islam dan
dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat
bisa memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada
Masyarakat.
Khalifah Usman suidah merasa cukup
dengan pendidikan yang sudah berjalan, namun begitu ada suatu usaha yang
cemerlang yang telah terjadi di masa ini
yang berpengaruh luar biasa bagi pendidikan islam, yaitu untuk mengumpulkan
tulisan ayat-ayat Al-qur`an. Bedasarkan hak ini, khalifah khalifah Usman
memerintahkan kepada tim penyalinan tersebut, Adapun tim tersebut adalah: Zaid
bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harist.
Bila terjadi pertikaian bacaan, maka harus di ambil
pedoman kepada dialek suku Quraisy, sebaba Al-qur1an ini diturunkan menurut
dialek mereka sesuai dengan lisan Quraisy. Zaidbin Tsabit bukan orang Quraisy
tetapi ketiga adalah orang Quraisy.
Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa Usman bi
Affan diserahkan kepada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru,
dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan
mengharapkan keridloan Allah.
Bahwa pada masa khalifah Usman bin Affan tidak
banyak terjadi perkembangan pendidikan, kalau dibandingkan dengan masa
kekhalifahan Umar bin khatab, sebab pada masa khalifah Usman urusan pendidikan
diserahkan saja kepada rakyat. Dan apabila dilihat dari kondisi pemerintahan
Usman banyak timbul pergolakan dalam masyarakat sebagai akibat ketidaksenangan
mereka terhadap kebijaka Usman yang mengangkat kerabatnya dalam jabatan
pemerintahan .
4. Masa Khalifah Ali
bin Abi Thalib (35-40 H: 656-661 M)
Ali bin abi Thalib bin Abdul muthalib adalah putra
dari Paman Rasulluh dan suam dari Fetimah anak Rasulluah. Ali bin Abi Thalib di
asuh dan dididik oleh Nabi. Ali terkeanal sebagai anak yang mula-mula beriman
kepada Rasullulah.
Ali adalah khalifah yang keempat setelah Usman bin
Affan. Pada pemerintahannya sudah diguncang peperangan dengan Aisyah istri
Nabi) beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalahpahaman dalam
menyikapi pembunuhan terhadap Usman, peperangan diantara mereka disebut perang
jamal (unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta, setalah berhasil
menbgatasi pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan lain, sehingga masa
kekuasaan khalifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian.
Muawiyah sebagai Gubernur di Damaskus memberontak
untuk menggunakan kekuasaanya. Peperangan ini disebut dengan peperangan
Shiffin, karena terjadi di Shiffin. ketika tentara Muawiyah terdesak oleh
pasukan Ali, maka Muawiyah segara mengambil siasat untuk menyatakan tahkim
(penyelesaian dengan adil dan damai). Semula Ali menolak, tetapi karena desakan
sebagian tentaranya akhirnya Ali menerimanya, namun Tahkim malah menimbulkan
kekacauan, sebab Muawiyah bersifat curang, sebab dengan tahkim Muawiyah
berhasil mengalahkan Ali dan mendirikan pemerintahan tandingan di Damaskus.
Sementara itu, sebagian sebagian tentara yang menentang keputusan Ali dengan
cara tahkim, meninggalakan Ali dan membuat kelompok tersendiri yaitu khawarij.
Bedasarkan uraian di atas, penulis berkimpulan bahwa
pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia
berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali
berkuasa, kegiatan pendidiakan islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat
itu Ali tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan
perhatiannya di tumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat
islam. Dengan demikian, pola pendidikan pada masa khulafaur rasyidin tidak jauh
beda dengan Nabi yang menekan pada prngajaran baca tulis dan ajaran-ajaran
islam yang bersumber pada Al-qur`an dan Hadits Nabi.
BAB III
KESIMPULAN
Khalifah Khulafa’ur Rasyidin (Abu Bakar, Umar inb Khattab,
Utsman ibn Affan, dan Ali Bin Abi Thalib) merupakan khalifah pengganti
Rasulullah Muhammad. Dengan semangat untuk menyebarkan Islam mereka berusaha
keras dengan menyerang daerah-daerah yang tidak mau masuk Islam.
Walaupun menghadapi rintangan yang
sangat berat namun semangat mereka tidak pernah hilang. Justru dengan adanya
rintangan itulah umat Islam menjadi lebih bersemangat dalam menyebarkan agama
Islam. Penyebaran Islam pada masa Khulafa’ur Rasyidin ini bergerak di berbagai
bidang, baik dari segi Kekuasaan, Politik, Ekonomi maupun Pendidikan.
Sementara sebagai bukti keberhasilan
dibidang pendidikan pada masa Khalifah Khulafa’ur Rasyidin adalah adanya Mushaf
Al-Qur’an yang dikenal dengan Mushaf Utsmani, adanya Ilmu Nahwu yang
dipeuntukkan orang-orang Islam selain Arab, dan adanya Majlis Khalifah yang
digunakan untuk Belajar Umat Islam.
Selain itu sebagai bukti keberhasilan
Khalifah Khulafa’ur Rasyidin dibidang pendidikan adalah munculnya Majlis
Khalifah yang sudah tersebar di daerah sekitar Makkah dan Madinah. Inilah
diantara keberhasilan para Khalifah Rasyidin pada waktu irtu.
PENUTUP
Pendidikan pada masa khalifah Abu Bakar tidak jauh
berbeda dengan pendidiakan pada masa Rasullulah. Pada masa khalifah Umar bin
khatab, pendidikan sudah lebih meningkat dimana pada masa khalifah Umar
guru-guru sudah diangkat dan digaji untuk mengajar ke Daerah-daerah yang baru
di taklukan. Pada masa khalifah Usman bin Affan, pendidikan di serahkan pada
rakyat dan sahabat tidak hanya berfokus di Madinah saja, tetapi sudah
dibolehkan ke Daerah-daerah untuk mengajar. Pada masa khalifah Ali bin Abi
Thalib, pendidikan kurang mendapat perhatian. Ini disebabkan permintaan Ali
selalu dilanda konflik yang berujung kepada kekacauan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Ibnu Al Khaldun, Muqaddimah,
Daar Al Fikr, Beirut.,Cet I, 1998.
Asma Hasan Fahmi, Sejarah Dan
Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Ibrahim Husain M.A., Bulan Bintang,
Jakarta, 1979.
Azzumardi Azra, MA., Pendidikan
Tinggi Islam dan Kemajuan Sains, dalam Charles Michaell Stanton, Pendidikan
Tinggi Dalam Islam, Logos, Jakarta, 1994.
Drs. Busjairi Madjidi, Sejarah
Pendidikan Islam Bagian Pertama, Penerbit Tiga A,Yogyakarta, 1969.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan
Islam, Mutiara, Jakarta, 1966.
Mushthafa ‘Abdus Sami’, Teknolojia
At Ta’lim, Markaz Al-Kitab Lin Nasyr, Cairo, 1999.
Abdurrahman Ibnu Al Khaldun, Muqaddimah,
Daar Al Fikr, Beirut.,Cet I, 1998, hal.412.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar