Total Tayangan Halaman

Selasa, 12 Juni 2012

arab pra islam


BAB I
PENDAHULUAN

Mengkaji tentang Islam akan lebih sempurna bila kita mengkaji Arab pra-Islam terlebih dahulu, karena Islam lahir di tengah-tengah masyarakat Arab yang sudah mempunyai adat istiadat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Apalagi ia muncul di kota terpenting bagi mereka yang menjadi jalur penting bagi lalu lintas perdagangan mereka kala itu, dan dibawa oleh Muhammad (570-632 M) yang merupakan salah satu keturunan suku terhormat dan memiliki kedudukan terpandang di antara mereka secara turun-temurun dalam beberapa generasi, Quraysh. Quraysh adalah suku penguasa di atas suku-suku lainnya di Mekah, sebuah kota yang di dalamnya terdapat bangunan suci tua yang memiliki daya tarik yang melebihi tempat-tempat pemujaan lainnya di daerah Arab.  
Sebagian penulis sejarah Islam biasanya membahas Arab Pra-Islam sebelum menulis sejarah Islam pada masa Muhammad (570-632 M) dan sesudahnya. Mereka menggambarkan runtutan sejarah yang saling terkait satu sama lain yang dapat memberikan informasi lebih komprehensif tentang Arab dan Islam tentang geografi, sosial, budaya, agama, ekonomi, dan politik Arab pra-Islam dan relasi serta pengaruhnya terhadap watak orang Arab dan doktrin Islam. Kajian semacam ini memerlukan waktu dan referensi yang tidak sedikit, bahkan hasilnya bisa menjadi sebuah buku tersendiri yang berjilid-jilid seperti al-Mufaṣṣal fī Tārīkh al-‘Arab qabla al-Islām karya Jawād ‘Alī. Oleh karena itu, kita hanya akan mencukupkan diri pada pembahasan data-data sejarah yang lebih familiar dan gampang diakses mengenai hal itu.
Untuk melacak asal-usul orang Arab, mereka merunut jauh ke belakang yaitu pada sosok Ibrahim dan keturunannya yang merupakan keturunan Sam bin Nuh, nenek moyang orang Arab. Secara geneaologis, para sejarahwan membagi orang Arab menjadi Arab Baydah dan Arab Bāqiyah. Arab Baydah adalah orang Arab yang kini tidak ada lagi dan musnah. Di antaranya adalah ‘Ad, Thamud, asm, Jadis, Ahab al-Ras, dan Madyan. Arab Bāqiyah adalah orang Arab yang hingga saat ini masih ada. Mereka adalah Bani Qaḥṭān dan Bani ‘Adnān. Bani Qaḥṭān adalah orang-orang Arab ‘Áribah (orang Arab asli) dan tempat mereka di Jazirah Arab. Di antara mereka adalah raja-raja Yaman, Munadharah, Ghassan, dan raja-raja Kindah. Di antara mereka juga ada Azad yang darinya muncul Aus dan Khazraj. Sedangkan Bani ‘Adnān, mereka adalah orang-orang Arab Musta’ribah, yakni orang-orang Arab yang mengambil bahasa Arab sebagai bahasa mereka. Mereka adalah orang-orang Arab bagian utara. Sedangkan tempat asli mereka adalah Mekah. Mereka adalah anak keturunan Nabi Isma’il bin Ibrahim. Salah satu anak Nabi Isma’il yang paling menonjol adalah ‘Adnān. Muhammad adalah keturunan ‘Adnān. Dengan demikian beliau adalah keturunan Isma’il. Menurut Ibnu Hishām (w. 218 H), semua orang Arab adalah keturunan Isma’il dan Qaḥṭān. Tetapi menurut sebagian orang Yaman, Qaḥṭān adalah keturunan Isma’il dan Isma’il adalah bapak semua orang Arab.
Secara geografis, Jazirah Arab dibagi menjadi dua bagian. Pertama, jantung Arab. Ia adalah wilayah yang berada di pedalaman. Tempat paling utama adalah Najd. Kedua, sekitar Jazirah. Penduduknya adalah orang-orang kota. Wilayah yang paling penting adalah Yaman di bagian selatan, Ghassan di sebelah utara, Ihsa` dan Bahrain di sebelah timur, dan Hijaz di sebelah Barat. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa sebenarnya apa yang dimaksud dengan Arab di sini bukanlah daerah di mana penduduknya berbahasa Arab seperti Mesir, Sudan, Maroko, dan lain-lain tetapi hanya mencakup dua bagian daerah di atas. Sebelum Islam, Jazirah Arab dikelilingi oleh dua kekuatan besar dan berpengaruh yang selalu terlibat peperangan dan berebut pengaruh ke daerah sekitarnya, yaitu imperium Bizantium pewaris Rumawi sebagai representasi agama Nasrani dan kekaisaran Persia sebagai representasi agama Majusi.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Arab Pra Islam
Beberapa saat sebelum islam diperkenalkan dan diperjuangkan oleh Muhammad saw. Sebagai fondasi peradaban baru, bangsa Arab dan bangsa-bangsa yang ada disekitarnya telah memiliki peradaban. Secara beturut-turut akan diungkapkan berbagai aspek peradaban arab pra islam, diantaranya politik, ekonomi dan social.[1]
Sebelum datang agama Islam, mereka telah mempunyai berbagai macam agama, adat istiadat, akhlak dan peraturan-peraturan hidup. Agama baru ini pun datang membawa akhlak, hukum-hukum dan peraturan-peraturan hidup.
Jadinya agama baru ini datang kepada bangsa yang bukan bangsa baru. Maka bertemulah agama Islam dengan agama-agama jahiliah, peraturan-peraturan Islam dengan peraturan-peraturan bangsa Arab sebelum Islam. Kemudian terjadilah pertarungan yang banyak memakan waktu. Pertarungan-pertarungan ini baru dapat kita dalami, kalau pada kita telah ada pengetahuan dan pengalaman sekedarnya, tentang kehidupan bangsa Arab, sebelum datangnya agama Islam.
Cara semacam ini perlu juga kita pakai, bilamana kita hendak memperkatakan masuknya agama Islam ke Indonesia, Mesir atau Siria. Kita harus mengetahui sekedarnya keadaan negeri-negeri ini sebelum datangnya agama Islam, karena pengetahuan kita tentanghal itu akan menolong kita untuk mengenal dengan jelas, betapa caranya masing-masing negeri ini menyambut kedatangan agama Islam.
Bagsa Arab seperti yang akan kita terangkan nanti, terbagi atas dua bahagian, yaitu: penduduk gurun pasir dan penduduk negeri.
Sejarah bangsa Arab penduduk gurun pasir hampir tidak dikenal orang. Yang dapat kita ketahui dari sejarah mereka hanyalh yang dimulai dari kira-kira lima puluh tahun sebelum Islam. Adapun yang sebelum itu tidaklah dapat diketahui. Yang demikian disebabkan karena bangsa Arab penduduk padang pasiritu terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang selalu berperang-perangan. Peperangan-peperangan itu pada asal mulanya ditimbulkan oleh keinginan memelihara hidup, karena hanya siapa yang kuat sajalah yang berhak memiliki tempat-tempat yang berair dan padang-padang rumput tempat menggembalakan binatang ternak. Adapun si lemah, dia hanya berhak mati atau jadi budak.
Peperangan-peperangan itu menghabiskan waktu dan tenaga; karena itu mereka tidak mempunyai waktu dan kesempatan lagi untuk memikirkan kebudayaan. Dan bilamana di antara mereka dapat bekerja, mencipta dan menegakkan suatu kebudayaan, datanglah orang lain memerangi dan meruntuhkannya.
Dan lagi, mereka buta huruf. Oleh karena itu sejarah dan kehidupan mereka tiadalah dituliskan.
Jadi, tidak ada bengunan-bangunan yang dapat melukiskan sejarah mereka; dan tidak ada pula tulisan-tulisan yang dapat menjelaskan sejarah itu. Adapun yang sampai kepada kita tentang orang-orang jaman dahulu itu, adalah yang diceritakan oleh kitab-kitab suci. Sejarah mereka, muali dari masa seratus lima puluh tahun sebelum Islam, dapat kita ketahui dengan perantaraan syair-syair atau cerita-cerita yang diterima dari perawi-perawi.





1.      System politik Arab Pra Islam
Orang-orang Arab terdiri dari dari orang-orang pedalaman dan perkotaan. Pemikiran politik orang-orang yang berbeda di pedalaman tentu saja sangat berbeda dengan orang-orang yang berbeda di perkotaan.[2]
a.       Kabilah-kabilah Badui (pedalaman)
Mereka hidup sebagai kabilah-kabilah kecil yang terpencar-pencar di dusun-dusun. Kesatuan kabilah-kabilah itu diikat oleh ikatan darah dan fanatisme. Maka, sangatlah sulit membangun ikatan diantara sejumlah besar kabilah itu untuk bisa membangun sebuah kerajaan.
b.      Kerajaan kindah (480-529)
Kerajaan ini adalah satu-satunya yang berdiri di tengah-tengah Jazirah Arab di antara hukum yang di atur bedasarkan kabilah. Namun, kerajaan ini berumur sangat pendek.
c.       Kerajaan-kerajaan di perkotaan
Kerajaan-kerajaan Arab perkotaan itu terpusat pada tiga kawasan yaitu Yaman, wilayah Utara, dan hijaz.
-          Kerajaan-kerajaan di Yaman
▪ kerajaan Ma’in dan kerajaan Qatban
  Kedua kerajaan ini hidup di satu zaman. Kedua adalah kerajaan paling     awal di Yaman.


▪Kerajaan Saba’
  Berdiri setelah runtuhnya kerajaan Ma’in dan Qatban. Kerajaan Saba’ juga meliputi Hadharmaut, Ibu kotanya adalah Ma’rab.
▪ Kerajaan Himyar
  Berdiri setelah runtuhnya Kerajaan Saba’ dan menjadikan Zhafar sebagai ibukotanya. Raja-rajanya menggelar dirinya dengan Taababi’ah.
▪ Penduduk Romawi di Yaman
  Dzunawas raja Himyar yang memeluk agama Yahudi member pilihan kepada orang-orang Masehi Najran antara memeluk agama Yahudi aatau mereka harus mati. Ternyata mereka lebih baik mati daripada dipaksa harus memeluk agama Yahudi. Maka, dia segera menggali parit dan mereka dibakar didalam parit itu.
▪ Pendudukan orang-orang Persia atas Yaman
  Salah seorang anak raja himyar yang bernama Saif bin Dzi Yazan melarikan diri ke Persia. Dia meminta bantuan kepada orang-orang Persia untuk mengeluarkan orang-orang Habasyah dari negerinya. Maka, merekaa pun bergerak dan mampu mengalahkan orang-orang romawi.
-          Kerajaan-kerajaan di Utara Jazirah Arab
▪  Kerajaan Anbath
    Mereka adalah Kabilah yang berada di pedalaman yang berdiam di bagian selatan wilayah Suriah.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaanya pada abad pertama Masehi. Pada saat itu wilayah kekuasaanya hingga mencapai Damaskus dan ke wilayah Selatan sampai ke Madein Saleh (hingga kini memiliki peninggalan-peninggalan bangunan dan arsitektur yang indah)
▪   Kerajaan Tadmur
    Kerajaan ini dikenal demikian makmur dimasa klasik. Kerajaan ini telah disebut-sebut seribu tahun sebelum Masehi. Masa keemasannya dicapai pada abad II dan III Masehi.
▪   Kerajaan Hirah
Mereka adalah orang-orang Arab yang melakukan Hijrah. Kerajaan mereka berdiri di sebelah Utara Jazirah Arab (bagian Selatan Irak) dan berada di bawah kekuasaan Persia.
▪   Kerajaan Ghasssan                                                                     
Mereka berasal dari orang Arab asal Yaman yang melakukan hijrah setelah runtuhnya bendungan Ma’rab. Mereka diam di wilayah pedalaman Syam dan berada di bawah kekuasaan Romawi yang memberi perlindungan pada mereka dari serangan orang-orang Arab.
-          Hijaz
Tempat pertama dakwah islam. Di tempat inilah Rasulullah lahir dan berkembang. Hijaz adalah tempat diturunkannya wahyu kepada Nabi Muhammad saw.
▪   pertumbuhan Mekkah dan Kisah Ismail
Ibrahim bersama istrinya Hajar dan anaknya Ismail datang ke Mekkah. Kemudian dia meninggalkan anak istrinya itu di Mekkah. Saat itu Mekkah adalah sebuah Gurun sahara yang gersang. Allah telah memerintahkan Ibrahim untuk melakukan hal itu. Kemudian Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah untuk menjadikan Mekkah sebagai tempat yang aman dan makmur.
Pada saat itulah memancar air zam-zam dank ala itu pula kabilah jurhum yang berasal dari Yaman melintas di sekitar Mekkah. Lalu, Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Ismail. Maka, keduanya pasrah terhadap apa Yang Allah perintahkan. Allah menggati Ismaail dengan domba yang besar, itu semua merupakan cobaan dari Allah.
▪   Tahun Gajah dan Usaha Pengahncuran Ka’bah
Abrahah al-Asyram[3] membangun sebuah gereja yang sangat besar dan indah di Shan’a. dia menamakan gereja itu dengan Qalbis. Dia mengajak manusia untuk melakukan haji ke tempat itu sebagai ganti dari Haji mereka ke ka’bah. Namun, dia gagal dan tidak seorang pun yang melakukan ibadah haji kesan. Maka, marahlah dia dan bertekad untuk menghancurkan ka’bah.

2.      System ekonomi Arab Pra Islam
Sumber ekonomi utama yang menjadi penghasilan orang Arab adalah perdagangan dan bisnis. Orang-orang Arab di masa jahiliyah sangat dikenal dengan bisnis dan yang Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an,
É#»n=ƒ\} C·÷ƒtè% ÇÊÈ   öNÎgÏÿ»s9¾Î) s's#ômÍ Ïä!$tGÏe±9$# É#ø¢Á9$#ur ÇËÈ  
 karena kebiasaan orang-orang Quraisy (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. (QS Quraisy : 1-2 )
Dalam bidang ekonomi, bangsa Arab telah mencapai perkembangan yang pesat. Mekkah bukan saja merupakan pusat perdagangan local melainkan sudah menjadi jalur perdagangan dunia saat itu.[4] Yang menghubungkan antara utara (Syam), selatan (Yaman), timur (Persia) dan barat (Mesir dan Abessinia). Keberhasilan mekkah menjadi pusat perdagangaan internasional ini karenaa kejelian Hasyim, tokoh penting suku Quraisy yang merupakan kakek buyut Nabi Muhammad saw, dalam mengisi kekosongan peranan suku bangsa lain didalam bidang perdagangan di Mekkah sekitar abad keenam Masehi.
Orang Quraisy biasa Mengadakan perjalanan terutama untuk berdagang ke negeri Syam pada musim panas dan ke negeri Yaman pada musim dingin. dalam perjalanan itu mereka mendapat jaminan keamanan dari penguasa-penguasa dari negeri-negeri yang dilaluinya. ini adalah suatu nikmat yang Amat besar dari Tuhan mereka. oleh karena itu sewajarnyalah mereka menyembah Allah yang telah memberikan nikmat itu kepada mereka.[5]
Terdapat beberapa prinsip ekonomi islam yang terus mereka kembangkan berdasarkan warisan dari Rasulullah saw. Pertama, pengakuan terhadap pemilikan individu berikut penggunaanya. Kedua, pada prinsipnya kepemilikan pribadi itu juga harus dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt. Dan ketiga, prinsip harta itu harus disalurkan kepada pihak fakir-miskin atau yang lebih membutuhkan.[6]
Prinsip pertama menjelaskan bahwa islam mengakui pemilikan pribadi yang diperoleh seorang muslim menurut cara yang dibenarkan agama termasuk tingkat perbedaan status kepemilikannya.
Cara perolehan milik yang diakui islam ada dua, yaitu hasil usaha dan pusaka (warisan). Logis sekali apabila seseorang bekerja memperoleh hasilnya. Oleh karena itu, islam menganjurkan manusia agar berusaha semaksimal mungkin. Sehingga islam mengakui adanya perbedaan dalam pemilikan.
Prinsip kedua menegaskan bahwa pada hakikatnya pemilikan harta itu adalah milik Allah. Pemilikan hanya berlaku dalam kaitannya antara individu yang satu dengan yang lainnya.[7]
Sumber-sumber perekonomian Islam (baik ditetapkan atau yang dilegitimasi) antara lain zakat, kharaz, jizyah, ghanimah, fae, al-usyur, syirkah, rikaz, luqatah, ba’I, jasa termasuk penghasilan dari sumber-sumber alam.

3.      Aspek Sosial Arab Pra-Islam
Islam datang ke tengah-tengah masyarakat Arab yang system sosialnya sangat tidak menguntungkan bagi sebagian masyarakatnya. Kemudian ia datang kepada mereka dengan ajaran yang dapat merangkul semua lapisan masyarakat dengan memperalikan antara suatu keluarga dengan masyarakatnya.[8]
Sebagian besar daerah Arab adalah daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur. Wajar saja bila dunia tidak tertarik, negara yang akan bersahabat pun tidak merasa akan mendapat keuntungan dan pihak penjajah juga tidak punya kepentingan. Sebagai imbasnya, mereka yang hidup di daerah itu menjalani hidup dengan cara pindah dari suatu tempat ke tempat lain. Mereka tidak betah tinggal menetap di suatu tempat. Yang mereka kenal hanyalah hidup mengembara selalu, berpindah-pindah mencari padang rumput dan menuruti keinginan hatinya. Mereka tidak mengenal hidup cara lain selain pengembaraan itu. Seperti juga di tempat-tempat lain, di sini pun [Tihama, Hijaz, Najd, dan sepanjang dataran luas yang meliputi negeri-negeri Arab] dasar hidup pengembaraan itu ialah kabilah. Kabilah-kabilah yang selalu pindah dan pengembara itu tidak mengenal suatu peraturan atau tata-cara seperti yang kita kenal. Mereka hanya mengenal kebebasan pribadi, kebebasan keluarga, dan kebebasan kabilah yang penuh.
Keadaan itu menjadikan loyalitas mereka terhadap kabilah di atas segalanya. Seperti halnya sebagian penduduk di pelosok desa di Indonesia yang lebih menjunjung tinggi harga diri, keberanian, tekun, kasar, minim pendidikan dan wawasan, sulit diatur, menjamu tamu dan tolong-menolong dibanding penduduk kota, orang Arab juga begitu sehingga wajar saja bila ikatan sosial dengan kabilah lain dan kebudayaan mereka lebih rendah. Ciri-ciri ini merupakan fenomena universal yang berlaku di setiap tempat dan waktu. Bila sesama kabilah mereka loyal karena masih kerabat sendiri, maka berbeda dengan antar kabilah. Interaksi antar kabilah tidak menganut konsep kesetaraan; yang kuat di atas dan yang lemah di bawah. Ini tercermin, misalnya, dari tatanan rumah di Mekah kala itu. Rumah-rumah Quraysh sebagai suku penguasa dan terhormat paling dekat dengan Ka’bah lalu di belakang mereka menyusul pula rumah-rumah kabilah yang agak kurang penting kedudukannya dan diikuti oleh yang lebih rendah lagi, sampai kepada tempat-tempat tinggal kaum budak dan sebangsa kaum gelandangan. Semua itu bukan berarti mereka tidak mempunyai kebudayaan sama-sekali.
Sebagai lalu lintas perdagangan penting terutama Mekah yang merupakan pusat perdagangan di Jazirah Arab, baik karena meluasnya pengaruh perdagangannya ke Persia dan Bizantium di sebelah selatan dan Yaman di sebelah utara atau karena pasar-pasar perdagangannya yang merupakan yang terpenting di Jazirah Arab karena begitu banyaknya, yaitu Ukā, Majnah, dan Dzū al-Majāz yang menjadikannya kaya dan tempat bertemunya aliran-aliran kebudayaan. Mekah merupakan pusat peradaban kecil. Bahkan masa Jahiliah bukan masa kebodohan dan kemunduran seperti ilustrasi para sejarahwan, tetapi ia merupakan masa-masa peradaban tinggi. Kebudayaan sebelah utara sudah ada sejak seribu tahun sebelum masehi. Bila peradaban di suatu tempat melemah, maka ia kuat di tempat yang lain. Ma’īn yang mempunyai hubungan dengan Wādī al-Rāfidīn dan Syam, Saba` (955-115 SM), Anbā (400-105 SM) yang mempunyai hubungan erat dengan kebudayaan Helenisme, Tadmur yang mempunyai hubungan dengan kebudayaan Persia dan Bizantium, imyar, al-Munādharah sekutu Persia, Ghassan sekutu Rumawi, dan penduduk Mekah yang berhubungan dengan bermacam-macam penjuru.
Fakta di atas menunjukkan bahwa pengertian Jahiliah yang tersebar luas di antara kita perlu diluruskan agar tidak terulang kembali salah pengertian. Pengertian yang tepat untuk masa Jahiliah bukanlah masa kebodohan dan kemunduran, tetapi masa yang tidak mengenal agama tauhid yang menyebabkan minimnya moralitas. Pencapaian mereka membuktikan luasnya interaksi dan wawasan mereka kala itu, seperti bendungan Ma’rib yang dibangun oleh kerajaan Saba`, bangunan-bangunan megah kerajaan imyar, ilmu politik dan ekonomi yang terwujud dalam eksistensi kerajaan dan perdagangan, dan syi’ir-syi’ir Arab yang menggugah. Sebagian syi’ir terbaik mereka dipajang di Ka’bah. Memang persoalan apakah orang Arab bisa menulis atau membaca masih diperdebatkan. Tetapi fakta tersebut menunjukkan adanya orang yang bisa mambaca dan menulis, meski tidak semuanya. Mereka mengadu ketangkasan dalam berpuisi, bahkan hingga Islam datang tradisi ini tetap ada. Bahkan al-Quran diturunkan untuk menantang mereka membuat seindah mungkin kalimat Arab yang menunjukkan bahwa kelebihan mereka dalam bidang sastra bukan main-main, karena tidak mungkin suautu mukjizat ada kecuali untuk membungkam hal-hal yang dianggap luar biasa.








BAB III
                                                                KESIMPULAN

Cara hidup orang Arab pra-Islam terbagi menjadi dua. Pertama, masyarakat madani yang bertani dan berdagang. Kedua, bersatu dalam kebiasaan-kebiasaan kabilah-kabilah pengembara yang banyak bertumpu pada peraturan-peraturan yang telah ada. Corak yang pertama dianut masyarakat perkotaan atau mereka yang telah mencapai peradaban lebih tinggi terutama Yaman, sementara corak kedua dianut oleh masyarakat badui yang diwakili oleh daerah Hijaz dan sekitarnya. Sebagian orang terlalu berlebihan dalam menyikapi tradisi-tradisi Arab sebelum Islam. Seakan-akan semua tradisi mereka jelek. Padahal sebagian tradisi mereka diadapsi oleh Islam dan tetap dipertahankan hingga sekarang, seperti pengagungan Ka’bah dan tanah suci, haji dan umrah, sakralisasi bulan ramaan, mengagungkan bulan-bulan aram, penghormatan terhadap Ibrahim dan Isma’il, pertemuan umum hari jum’at. Islam tidak arogan dalam menyikapi tradisi-tradisi yang sudah ada, tetapi ia mengadopsi sebagian tradisi tersebut dan mengadapsi sebagian yang lain sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Islam.
Allah memilih Mekah untuk menurukan Islam dan memilih Muhammad sebagai pembawanya. Dua hal ini sangat penting karena letak Mekah yang strategis dan nasab dan pribadi beliau yang terpandang memungkinkan Islam lebih cepat diterima dan tersebar ke segenap penjuru, terutama masyarakat kelas bawah yang ingin bebas dari belenggu-belenggu sosial yang cenderung diskriminatif terhadap mereka.






DAFTAR PUSTAKA
Munthoha, dkk. Pemikiran dan Peradaban Islam, UII Press, 1998
Abu’l Hasan Ali Al-Nadwi, Islam membangun peradaban dunia, Pustaka jaya, Jakarta, 1988
Ajid Thohir, Perkembangan peradaban islam di kawasan dunia islam, Rajawali Press, Jakarta, 2004
Akhmad Al-Usairy, Sejarah Islam, Akbar media ekasarana, Jakarta, 2007
http://mhragustia.blogspot.com/2010/05/makalah-arab-praislam.html



[1] Muthoha dkk, Pemikiran dan peradaban islam, hal : 21
[2] Ahmad al-Usairy, Sejarah peradaban Islam, hal : 63
[3] Abrahah al-Asyram (penguasa Yaman yang berasal dari Habasyah)
[4] Munthoha dkk, pemikiran dan peradaban islam, hal : 24
[5] Akhmad Al-Usairy, Sejarah Islam, hal 72
[6] Ajid thohir, perkembangan peradaban islam, hal :
[7] Umar bin Khattab pernah bekata : “harta itu adalah harta Allah dan hamba itu pun hamba-Nya.”oleh karena itu, sekalipun pemilikan pribadi diakui Islam, tetapi penggunaanya tetap harus memerhatikan nilai-nilai social”
[8] Ajid Thohir, Perkembangan peradaban islam di kawasan dunia islam, hal : 30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar