BAB I
PENDAHULUAN
Mengkaji tentang Islam akan lebih sempurna bila kita mengkaji Arab
pra-Islam terlebih dahulu, karena Islam lahir di tengah-tengah masyarakat Arab
yang sudah mempunyai adat istiadat yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Apalagi ia muncul di kota terpenting bagi mereka yang menjadi jalur penting
bagi lalu lintas perdagangan mereka kala itu, dan dibawa oleh Muhammad (570-632
M) yang merupakan salah satu keturunan suku terhormat dan memiliki kedudukan
terpandang di antara mereka secara turun-temurun dalam beberapa generasi,
Quraysh. Quraysh adalah suku penguasa di atas suku-suku lainnya di Mekah,
sebuah kota yang di dalamnya terdapat bangunan suci tua yang memiliki daya
tarik yang melebihi tempat-tempat pemujaan lainnya di daerah Arab.
Sebagian penulis sejarah Islam biasanya membahas Arab Pra-Islam
sebelum menulis sejarah Islam pada masa Muhammad (570-632 M) dan sesudahnya.
Mereka menggambarkan runtutan sejarah yang saling terkait satu sama lain yang
dapat memberikan informasi lebih komprehensif tentang Arab dan Islam tentang
geografi, sosial, budaya, agama, ekonomi, dan politik Arab pra-Islam dan relasi
serta pengaruhnya terhadap watak orang Arab dan doktrin Islam. Kajian semacam
ini memerlukan waktu dan referensi yang tidak sedikit, bahkan hasilnya bisa
menjadi sebuah buku tersendiri yang berjilid-jilid seperti al-Mufaṣṣal fī Tārīkh al-‘Arab qabla al-Islām karya Jawād ‘Alī. Oleh karena
itu, kita hanya akan mencukupkan diri pada pembahasan data-data sejarah yang
lebih familiar dan gampang diakses mengenai hal itu.
Untuk melacak asal-usul orang Arab, mereka merunut jauh ke belakang
yaitu pada sosok Ibrahim dan keturunannya yang merupakan keturunan Sam bin Nuh,
nenek moyang orang Arab. Secara geneaologis, para sejarahwan membagi orang Arab
menjadi Arab Baydah dan Arab Bāqiyah. Arab Baydah adalah orang Arab yang kini
tidak ada lagi dan musnah. Di antaranya adalah ‘Ad, Thamud, Ṭasm, Jadis, Aṣhab al-Ras,
dan Madyan. Arab Bāqiyah adalah orang Arab yang hingga saat ini masih ada.
Mereka adalah Bani Qaḥṭān dan Bani
‘Adnān. Bani Qaḥṭān adalah
orang-orang Arab ‘Áribah (orang Arab asli) dan tempat mereka di Jazirah Arab.
Di antara mereka adalah raja-raja Yaman, Munadharah, Ghassan, dan raja-raja
Kindah. Di antara mereka juga ada Azad yang darinya muncul Aus dan Khazraj.
Sedangkan Bani ‘Adnān, mereka adalah orang-orang Arab Musta’ribah, yakni
orang-orang Arab yang mengambil bahasa Arab sebagai bahasa mereka. Mereka
adalah orang-orang Arab bagian utara. Sedangkan tempat asli mereka adalah
Mekah. Mereka adalah anak keturunan Nabi Isma’il bin Ibrahim. Salah satu anak
Nabi Isma’il yang paling menonjol adalah ‘Adnān. Muhammad adalah keturunan
‘Adnān. Dengan demikian beliau adalah keturunan Isma’il. Menurut Ibnu Hishām
(w. 218 H), semua orang Arab adalah keturunan Isma’il dan Qaḥṭān. Tetapi menurut sebagian orang Yaman, Qaḥṭān adalah keturunan Isma’il dan Isma’il adalah bapak semua orang
Arab.
Secara geografis, Jazirah Arab dibagi menjadi dua bagian. Pertama,
jantung Arab. Ia adalah wilayah yang berada di pedalaman. Tempat paling utama
adalah Najd. Kedua, sekitar Jazirah. Penduduknya adalah orang-orang kota.
Wilayah yang paling penting adalah Yaman di bagian selatan, Ghassan di sebelah
utara, Ihsa` dan Bahrain di sebelah timur, dan Hijaz di sebelah Barat. Dari
sini kita bisa menyimpulkan bahwa sebenarnya apa yang dimaksud dengan Arab di
sini bukanlah daerah di mana penduduknya berbahasa Arab seperti Mesir, Sudan,
Maroko, dan lain-lain tetapi hanya mencakup dua bagian daerah di atas. Sebelum
Islam, Jazirah Arab dikelilingi oleh dua kekuatan besar dan berpengaruh yang
selalu terlibat peperangan dan berebut pengaruh ke daerah sekitarnya, yaitu
imperium Bizantium pewaris Rumawi sebagai representasi agama Nasrani dan
kekaisaran Persia sebagai representasi agama Majusi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arab Pra Islam
Beberapa saat sebelum islam diperkenalkan dan diperjuangkan oleh
Muhammad saw. Sebagai fondasi peradaban baru, bangsa Arab dan bangsa-bangsa
yang ada disekitarnya telah memiliki peradaban. Secara beturut-turut akan
diungkapkan berbagai aspek peradaban arab pra islam, diantaranya politik,
ekonomi dan social.[1]
Sebelum datang agama Islam, mereka telah mempunyai berbagai macam
agama, adat istiadat, akhlak dan peraturan-peraturan hidup. Agama baru ini pun
datang membawa akhlak, hukum-hukum dan peraturan-peraturan hidup.
Jadinya agama baru ini datang kepada bangsa yang bukan bangsa baru.
Maka bertemulah agama Islam dengan agama-agama jahiliah, peraturan-peraturan
Islam dengan peraturan-peraturan bangsa Arab sebelum Islam. Kemudian terjadilah
pertarungan yang banyak memakan waktu. Pertarungan-pertarungan ini baru dapat
kita dalami, kalau pada kita telah ada pengetahuan dan pengalaman sekedarnya,
tentang kehidupan bangsa Arab, sebelum datangnya agama Islam.
Cara semacam ini perlu juga kita pakai, bilamana kita hendak
memperkatakan masuknya agama Islam ke Indonesia, Mesir atau Siria. Kita harus
mengetahui sekedarnya keadaan negeri-negeri ini sebelum datangnya agama Islam,
karena pengetahuan kita tentanghal itu akan menolong kita untuk mengenal dengan
jelas, betapa caranya masing-masing negeri ini menyambut kedatangan agama
Islam.
Bagsa Arab seperti yang akan kita terangkan nanti, terbagi atas dua
bahagian, yaitu: penduduk gurun pasir dan penduduk negeri.
Sejarah bangsa Arab penduduk gurun pasir hampir tidak dikenal orang.
Yang dapat kita ketahui dari sejarah mereka hanyalh yang dimulai dari kira-kira
lima puluh tahun sebelum Islam. Adapun yang sebelum itu tidaklah dapat
diketahui. Yang demikian disebabkan karena bangsa Arab penduduk padang pasiritu
terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang selalu berperang-perangan.
Peperangan-peperangan itu pada asal mulanya ditimbulkan oleh keinginan
memelihara hidup, karena hanya siapa yang kuat sajalah yang berhak memiliki
tempat-tempat yang berair dan padang-padang rumput tempat menggembalakan
binatang ternak. Adapun si lemah, dia hanya berhak mati atau jadi budak.
Peperangan-peperangan itu menghabiskan waktu dan tenaga; karena itu
mereka tidak mempunyai waktu dan kesempatan lagi untuk memikirkan kebudayaan.
Dan bilamana di antara mereka dapat bekerja, mencipta dan menegakkan suatu
kebudayaan, datanglah orang lain memerangi dan meruntuhkannya.
Dan lagi, mereka buta huruf. Oleh karena itu sejarah dan kehidupan
mereka tiadalah dituliskan.
Jadi, tidak ada bengunan-bangunan yang dapat melukiskan sejarah
mereka; dan tidak ada pula tulisan-tulisan yang dapat menjelaskan sejarah itu.
Adapun yang sampai kepada kita tentang orang-orang jaman dahulu itu, adalah
yang diceritakan oleh kitab-kitab suci. Sejarah mereka, muali dari masa seratus
lima puluh tahun sebelum Islam, dapat kita ketahui dengan perantaraan
syair-syair atau cerita-cerita yang diterima dari perawi-perawi.
1.
System
politik Arab Pra Islam
Orang-orang Arab terdiri dari dari orang-orang pedalaman dan
perkotaan. Pemikiran politik orang-orang yang berbeda di pedalaman tentu saja
sangat berbeda dengan orang-orang yang berbeda di perkotaan.[2]
a.
Kabilah-kabilah
Badui (pedalaman)
Mereka hidup
sebagai kabilah-kabilah kecil yang terpencar-pencar di dusun-dusun. Kesatuan kabilah-kabilah
itu diikat oleh ikatan darah dan fanatisme. Maka, sangatlah sulit membangun
ikatan diantara sejumlah besar kabilah itu untuk bisa membangun sebuah
kerajaan.
b.
Kerajaan
kindah (480-529)
Kerajaan ini
adalah satu-satunya yang berdiri di tengah-tengah Jazirah Arab di antara hukum
yang di atur bedasarkan kabilah. Namun, kerajaan ini berumur sangat pendek.
c.
Kerajaan-kerajaan
di perkotaan
Kerajaan-kerajaan
Arab perkotaan itu terpusat pada tiga kawasan yaitu Yaman, wilayah Utara, dan
hijaz.
-
Kerajaan-kerajaan
di Yaman
▪ kerajaan
Ma’in dan kerajaan Qatban
Kedua kerajaan ini hidup di satu zaman. Kedua
adalah kerajaan paling awal di Yaman.
▪Kerajaan
Saba’
Berdiri setelah runtuhnya kerajaan Ma’in dan
Qatban. Kerajaan Saba’ juga meliputi Hadharmaut, Ibu kotanya adalah Ma’rab.
▪ Kerajaan
Himyar
Berdiri setelah runtuhnya Kerajaan Saba’ dan
menjadikan Zhafar sebagai ibukotanya. Raja-rajanya menggelar dirinya dengan
Taababi’ah.
▪ Penduduk
Romawi di Yaman
Dzunawas raja Himyar yang memeluk agama
Yahudi member pilihan kepada orang-orang Masehi Najran antara memeluk agama
Yahudi aatau mereka harus mati. Ternyata mereka lebih baik mati daripada
dipaksa harus memeluk agama Yahudi. Maka, dia segera menggali parit dan mereka
dibakar didalam parit itu.
▪ Pendudukan
orang-orang Persia atas Yaman
Salah seorang anak raja himyar yang bernama
Saif bin Dzi Yazan melarikan diri ke Persia. Dia meminta bantuan kepada orang-orang
Persia untuk mengeluarkan orang-orang Habasyah dari negerinya. Maka, merekaa
pun bergerak dan mampu mengalahkan orang-orang romawi.
-
Kerajaan-kerajaan
di Utara Jazirah Arab
▪ Kerajaan Anbath
Mereka adalah Kabilah yang berada di
pedalaman yang berdiam di bagian selatan wilayah Suriah.
Kerajaan ini
mencapai puncak kejayaanya pada abad pertama Masehi. Pada saat itu wilayah
kekuasaanya hingga mencapai Damaskus dan ke wilayah Selatan sampai ke Madein
Saleh (hingga kini memiliki peninggalan-peninggalan bangunan dan arsitektur
yang indah)
▪ Kerajaan Tadmur
Kerajaan ini dikenal demikian makmur dimasa
klasik. Kerajaan ini telah disebut-sebut seribu tahun sebelum Masehi. Masa
keemasannya dicapai pada abad II dan III Masehi.
▪ Kerajaan Hirah
Mereka adalah
orang-orang Arab yang melakukan Hijrah. Kerajaan mereka berdiri di sebelah
Utara Jazirah Arab (bagian Selatan Irak) dan berada di bawah kekuasaan Persia.
▪ Kerajaan Ghasssan
Mereka berasal
dari orang Arab asal Yaman yang melakukan hijrah setelah runtuhnya bendungan
Ma’rab. Mereka diam di wilayah pedalaman Syam dan berada di bawah kekuasaan
Romawi yang memberi perlindungan pada mereka dari serangan orang-orang Arab.
-
Hijaz
Tempat pertama
dakwah islam. Di tempat inilah Rasulullah lahir dan berkembang. Hijaz adalah
tempat diturunkannya wahyu kepada Nabi Muhammad saw.
▪ pertumbuhan Mekkah dan Kisah Ismail
Ibrahim
bersama istrinya Hajar dan anaknya Ismail datang ke Mekkah. Kemudian dia
meninggalkan anak istrinya itu di Mekkah. Saat itu Mekkah adalah sebuah Gurun
sahara yang gersang. Allah telah memerintahkan Ibrahim untuk melakukan hal itu.
Kemudian Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah untuk menjadikan Mekkah sebagai
tempat yang aman dan makmur.
Pada saat
itulah memancar air zam-zam dank ala itu pula kabilah jurhum yang berasal dari
Yaman melintas di sekitar Mekkah. Lalu, Allah memerintahkan Ibrahim untuk
menyembelih anaknya, Ismail. Maka, keduanya pasrah terhadap apa Yang Allah
perintahkan. Allah menggati Ismaail dengan domba yang besar, itu semua
merupakan cobaan dari Allah.
▪ Tahun Gajah dan Usaha Pengahncuran Ka’bah
Abrahah
al-Asyram[3]
membangun sebuah gereja yang sangat besar dan indah di Shan’a. dia menamakan
gereja itu dengan Qalbis. Dia mengajak manusia untuk melakukan haji ke tempat
itu sebagai ganti dari Haji mereka ke ka’bah. Namun, dia gagal dan tidak
seorang pun yang melakukan ibadah haji kesan. Maka, marahlah dia dan bertekad
untuk menghancurkan ka’bah.
2.
System
ekonomi Arab Pra Islam
Sumber ekonomi utama yang menjadi penghasilan orang Arab adalah
perdagangan dan bisnis. Orang-orang Arab di masa jahiliyah sangat dikenal
dengan bisnis dan yang Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an,
É#»n=\} C·÷tè% ÇÊÈ öNÎgÏÿ»s9¾Î) s's#ômÍ Ïä!$tGÏe±9$# É#ø¢Á9$#ur ÇËÈ
karena kebiasaan orang-orang Quraisy (yaitu)
kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. (QS Quraisy : 1-2
)
Dalam bidang ekonomi, bangsa Arab telah mencapai
perkembangan yang pesat. Mekkah bukan saja merupakan pusat perdagangan local melainkan
sudah menjadi jalur perdagangan dunia saat itu.[4]
Yang menghubungkan antara utara (Syam), selatan (Yaman), timur (Persia) dan
barat (Mesir dan Abessinia). Keberhasilan mekkah menjadi pusat perdagangaan
internasional ini karenaa kejelian Hasyim, tokoh penting suku Quraisy yang
merupakan kakek buyut Nabi Muhammad saw, dalam mengisi kekosongan peranan suku
bangsa lain didalam bidang perdagangan di Mekkah sekitar abad keenam Masehi.
Orang Quraisy biasa Mengadakan perjalanan terutama untuk
berdagang ke negeri Syam pada musim panas dan ke negeri Yaman pada musim
dingin. dalam perjalanan itu mereka mendapat jaminan keamanan dari
penguasa-penguasa dari negeri-negeri yang dilaluinya. ini adalah suatu nikmat
yang Amat besar dari Tuhan mereka. oleh karena itu sewajarnyalah mereka
menyembah Allah yang telah memberikan nikmat itu kepada mereka.[5]
Terdapat beberapa prinsip ekonomi islam yang terus
mereka kembangkan berdasarkan warisan dari Rasulullah saw. Pertama, pengakuan
terhadap pemilikan individu berikut penggunaanya. Kedua, pada prinsipnya
kepemilikan pribadi itu juga harus dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt. Dan
ketiga, prinsip harta itu harus disalurkan kepada pihak fakir-miskin atau yang
lebih membutuhkan.[6]
Prinsip pertama menjelaskan bahwa islam mengakui
pemilikan pribadi yang diperoleh seorang muslim menurut cara yang dibenarkan
agama termasuk tingkat perbedaan status kepemilikannya.
Cara perolehan milik yang diakui islam ada dua, yaitu
hasil usaha dan pusaka (warisan). Logis sekali apabila seseorang bekerja
memperoleh hasilnya. Oleh karena itu, islam menganjurkan manusia agar berusaha
semaksimal mungkin. Sehingga islam mengakui adanya perbedaan dalam pemilikan.
Prinsip kedua menegaskan bahwa pada hakikatnya pemilikan
harta itu adalah milik Allah. Pemilikan hanya berlaku dalam kaitannya antara
individu yang satu dengan yang lainnya.[7]
Sumber-sumber perekonomian Islam (baik ditetapkan atau
yang dilegitimasi) antara lain zakat, kharaz, jizyah, ghanimah, fae, al-usyur,
syirkah, rikaz, luqatah, ba’I, jasa termasuk penghasilan dari sumber-sumber
alam.
3.
Aspek
Sosial Arab Pra-Islam
Islam datang ke tengah-tengah masyarakat Arab yang system sosialnya
sangat tidak menguntungkan bagi sebagian masyarakatnya. Kemudian ia datang
kepada mereka dengan ajaran yang dapat merangkul semua lapisan masyarakat
dengan memperalikan antara suatu keluarga dengan masyarakatnya.[8]
Sebagian besar daerah Arab adalah daerah gersang dan
tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur. Wajar saja bila dunia tidak
tertarik, negara yang akan bersahabat pun tidak merasa akan mendapat keuntungan
dan pihak penjajah juga tidak punya kepentingan. Sebagai imbasnya, mereka yang
hidup di daerah itu menjalani hidup dengan cara pindah dari suatu tempat ke
tempat lain. Mereka tidak betah tinggal menetap di suatu tempat. Yang mereka
kenal hanyalah hidup mengembara selalu, berpindah-pindah mencari padang rumput
dan menuruti keinginan hatinya. Mereka tidak mengenal hidup cara lain selain
pengembaraan itu. Seperti juga di tempat-tempat lain, di sini pun [Tihama,
Hijaz, Najd, dan sepanjang dataran luas yang meliputi negeri-negeri Arab] dasar
hidup pengembaraan itu ialah kabilah. Kabilah-kabilah yang selalu pindah dan
pengembara itu tidak mengenal suatu peraturan atau tata-cara seperti yang kita
kenal. Mereka hanya mengenal kebebasan pribadi, kebebasan keluarga, dan
kebebasan kabilah yang penuh.
Keadaan itu menjadikan loyalitas mereka terhadap kabilah
di atas segalanya. Seperti halnya sebagian penduduk di pelosok desa di
Indonesia yang lebih menjunjung tinggi harga diri, keberanian, tekun, kasar,
minim pendidikan dan wawasan, sulit diatur, menjamu tamu dan tolong-menolong
dibanding penduduk kota, orang Arab juga begitu sehingga wajar saja bila ikatan
sosial dengan kabilah lain dan kebudayaan mereka lebih rendah. Ciri-ciri ini
merupakan fenomena universal yang berlaku di setiap tempat dan waktu. Bila
sesama kabilah mereka loyal karena masih kerabat sendiri, maka berbeda dengan
antar kabilah. Interaksi antar kabilah tidak menganut konsep kesetaraan; yang
kuat di atas dan yang lemah di bawah. Ini tercermin, misalnya, dari tatanan
rumah di Mekah kala itu. Rumah-rumah Quraysh sebagai suku penguasa dan
terhormat paling dekat dengan Ka’bah lalu di belakang mereka menyusul pula
rumah-rumah kabilah yang agak kurang penting kedudukannya dan diikuti oleh yang
lebih rendah lagi, sampai kepada tempat-tempat tinggal kaum budak dan sebangsa
kaum gelandangan. Semua itu bukan berarti mereka tidak mempunyai kebudayaan
sama-sekali.
Sebagai lalu lintas perdagangan penting terutama Mekah yang
merupakan pusat perdagangan di Jazirah Arab, baik karena meluasnya pengaruh
perdagangannya ke Persia dan Bizantium di sebelah selatan dan Yaman di sebelah
utara atau karena pasar-pasar perdagangannya yang merupakan yang terpenting di
Jazirah Arab karena begitu banyaknya, yaitu Ukāẓ, Majnah, dan Dzū al-Majāz yang menjadikannya kaya dan tempat
bertemunya aliran-aliran kebudayaan. Mekah merupakan pusat peradaban kecil.
Bahkan masa Jahiliah bukan masa kebodohan dan kemunduran seperti ilustrasi para
sejarahwan, tetapi ia merupakan masa-masa peradaban tinggi. Kebudayaan sebelah
utara sudah ada sejak seribu tahun sebelum masehi. Bila peradaban di suatu
tempat melemah, maka ia kuat di tempat yang lain. Ma’īn yang mempunyai hubungan
dengan Wādī al-Rāfidīn dan Syam, Saba` (955-115 SM), Anbāṭ (400-105 SM) yang mempunyai hubungan erat dengan kebudayaan
Helenisme, Tadmur yang mempunyai hubungan dengan kebudayaan Persia dan
Bizantium, Ḥimyar,
al-Munādharah sekutu Persia, Ghassan sekutu Rumawi, dan penduduk Mekah yang berhubungan
dengan bermacam-macam penjuru.
Fakta di atas menunjukkan bahwa pengertian Jahiliah yang
tersebar luas di antara kita perlu diluruskan agar tidak terulang kembali salah
pengertian. Pengertian yang tepat untuk masa Jahiliah bukanlah masa kebodohan
dan kemunduran, tetapi masa yang tidak mengenal agama tauhid yang menyebabkan
minimnya moralitas. Pencapaian mereka membuktikan luasnya interaksi dan wawasan
mereka kala itu, seperti bendungan Ma’rib yang dibangun oleh kerajaan Saba`,
bangunan-bangunan megah kerajaan Ḥimyar, ilmu politik dan ekonomi yang terwujud dalam eksistensi
kerajaan dan perdagangan, dan syi’ir-syi’ir Arab yang menggugah. Sebagian
syi’ir terbaik mereka dipajang di Ka’bah. Memang persoalan apakah orang Arab
bisa menulis atau membaca masih diperdebatkan. Tetapi fakta tersebut
menunjukkan adanya orang yang bisa mambaca dan menulis, meski tidak semuanya.
Mereka mengadu ketangkasan dalam berpuisi, bahkan hingga Islam datang tradisi
ini tetap ada. Bahkan al-Quran diturunkan untuk menantang mereka membuat
seindah mungkin kalimat Arab yang menunjukkan bahwa kelebihan mereka dalam
bidang sastra bukan main-main, karena tidak mungkin suautu mukjizat ada kecuali
untuk membungkam hal-hal yang dianggap luar biasa.
BAB
III
KESIMPULAN
Cara hidup orang Arab
pra-Islam terbagi menjadi dua. Pertama, masyarakat madani yang bertani dan
berdagang. Kedua, bersatu dalam kebiasaan-kebiasaan kabilah-kabilah pengembara
yang banyak bertumpu pada peraturan-peraturan yang telah ada. Corak yang
pertama dianut masyarakat perkotaan atau mereka yang telah mencapai peradaban
lebih tinggi terutama Yaman, sementara corak kedua dianut oleh masyarakat badui
yang diwakili oleh daerah Hijaz dan sekitarnya. Sebagian orang terlalu
berlebihan dalam menyikapi tradisi-tradisi Arab sebelum Islam. Seakan-akan
semua tradisi mereka jelek. Padahal sebagian tradisi mereka diadapsi oleh Islam
dan tetap dipertahankan hingga sekarang, seperti pengagungan Ka’bah dan tanah
suci, haji dan umrah, sakralisasi bulan ramaḍan, mengagungkan bulan-bulan ḥaram, penghormatan terhadap Ibrahim dan Isma’il, pertemuan umum hari
jum’at. Islam tidak arogan dalam menyikapi tradisi-tradisi yang sudah ada,
tetapi ia mengadopsi sebagian tradisi tersebut dan mengadapsi sebagian yang
lain sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Islam.
Allah
memilih Mekah untuk menurukan Islam dan memilih Muhammad sebagai pembawanya.
Dua hal ini sangat penting karena letak Mekah yang strategis dan nasab dan
pribadi beliau yang terpandang memungkinkan Islam lebih cepat diterima dan
tersebar ke segenap penjuru, terutama masyarakat kelas bawah yang ingin bebas
dari belenggu-belenggu sosial yang cenderung diskriminatif terhadap mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Munthoha,
dkk. Pemikiran dan Peradaban Islam, UII Press, 1998
Abu’l
Hasan Ali Al-Nadwi, Islam membangun peradaban dunia, Pustaka jaya, Jakarta,
1988
Ajid
Thohir, Perkembangan peradaban islam di kawasan dunia islam, Rajawali Press,
Jakarta, 2004
Akhmad
Al-Usairy, Sejarah Islam, Akbar media ekasarana, Jakarta, 2007
http://mhragustia.blogspot.com/2010/05/makalah-arab-praislam.html
[1] Muthoha dkk, Pemikiran
dan peradaban islam, hal : 21
[2] Ahmad al-Usairy, Sejarah
peradaban Islam, hal : 63
[3] Abrahah al-Asyram (penguasa Yaman yang berasal dari Habasyah)
[4] Munthoha dkk, pemikiran
dan peradaban islam, hal : 24
[5] Akhmad Al-Usairy, Sejarah Islam, hal 72
[6] Ajid thohir, perkembangan
peradaban islam, hal :
[7] Umar bin Khattab pernah bekata : “harta itu adalah harta Allah dan
hamba itu pun hamba-Nya.”oleh karena itu, sekalipun pemilikan pribadi diakui
Islam, tetapi penggunaanya tetap harus memerhatikan nilai-nilai social”
[8] Ajid Thohir, Perkembangan peradaban islam di kawasan dunia islam,
hal : 30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar